Fahri Hamzah soal Politik Genderuwo: Sumbernya Pemerintah



[ad_1]

Jakarta, CNN Indonesia — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait ‘politik genderuwo‘ yang suka menakuti masyarakat justru bersumber dari pemerintah.

Menurut Fahri, hal itu merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam mengidentifikasi penggiringan opini maupun pembelahan di masyarakat.

“Bahwa sebetulnya kemampuan rakyat atau masyarakat atau politisi di luar pemerintahan untuk menciptakan opini atau pembelahan itu sangat lemah. Yang punya kemampuan menciptakan opini dan pembelahan yang sangat kuat itu adalah pemerintah,” kata Fahri di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (9/11).

Fahri menganggap pemerintah saat ini yang telah menciptakan pembelahan ideologi dan menimbulkan konflik serta pembelahan di masyarakat.

Hal ini kata dia, berbeda dengan pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berjalan selama 10 tahun.

“Pak SBY 10 tahun jadi presiden, waktu itu FPI ada, HTI ada, waktu itu juga pejabat dimana-mana juga sama. Tapi rasanya selama 10 tahun itu kita tidak merasakan pembelahan dan konflik ideologi seperti ini, yang tajam dan runcing begitu,” ujarnya.

Dengan demikian, kata Fahri, pembelahan yang terjadi di masyarakat merupakan karya dari pemimpin saat ini, termasuk mengenai politik genderuwo maupun sontoloyo yang pernah disebut Jokowi.

“Kata-kata sontoloyo, genderuwo ini adalah judgement yang berasal dari kegagalan identifikasi dari pemerintahan bahwa sumber dari genderuwo dan sontoloyo adalah pemerintah. Power holder-nya, pemimpinnya,” kata Fahri.

Sebab, kata dia, masyarakat itu tidak punya kapasitas untuk menjadi genderuwo atau sontoloyo seperti yang disebutkan Jokowi.

“Makanya harus kembali ke sendiri. Jadi ini menepuk air terpercik ke muka sendiri, sebenarnya begitu, loh,” ujarnya.

Fahri berharap Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dapat memberi masukan kepada Jokowi agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan.

“Mungkin saya berharap orang seperti Pak Yusril itu kalau bisa mengamankan, menertibkan kosakata presiden. Sebab, itu bahaya betul,” kata Fahri.

Sebelumnya, dalam pidato pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat pagi ini, Jokowi menyebutkan banyak politikus yang pandai memengaruhi dan tidak menggunakan etika maupun sopan santun politik yang baik.

“Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar, kan? Itu sering saya sampaikan itu namanya ‘politik genderuwo’, nakut-nakuti,” kata Jokowi di Tegal.

(ugo)



[ad_2]
Source link