[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Remaja disebut kelompok masyarakat dengan intensitas penggunaan Internet tertinggi. Mereka bermain Internet dengan alokasi waktu rata-rata 30 persen untuk media sosial.
Baca: Hari Kesehatan Mental Dunia, Masalah Jiwa Remaja karena Keluarga
Sebagian besar remaja punya akun Instagram lain selain akun utama untuk menyamarkan identitas sekaligus menyembunyikan aktivitas media sosial mereka dari orang tua. Bahkan kini muncul istilah f-Insta atau fake Instagram (akun Instagram palsu) dan r-Insta alias real Instagram (akun Instagram asli). F-insta dan r-insta merupakan dua dunia yang memungkinkan remaja menjelma menjadi dua pribadi berbeda tanpa diketahui orang terdekat.
Dengan f-Insta, mereka bebas mengunggah dan menulis apa pun, termasuk berkomentar kasar di akun orang lain. Sementara r-Insta untuk membangun citra positif. Mengapa remaja perlu mengekspresikan diri (secara negatif) di media sosial? Psikolog dari Universitas Brigham Young, Utah, Amerika Serikat, Lee Essig Thunnel, menyebut remaja butuh wadah untuk mengeluarkan emosi negatif.
“Ketika stres, kecewa, atau sedih, mereka senang meluapkan perasaan untuk membuang emosi negatif. Ketika mereka merasa lega setelah meluapkannya di media sosial, hal itu menjadi awal dari perilaku kecanduan. Bukan tentang gratifikasi berupa komentar dan perhatian dari warganet, tapi lebih kepada cara keluar dari kepedihan,” kata Thunnel.
Mungkin saja anak Anda tidak membuat akun palsu dan tidak menolak permintaan pertemanan dengan Anda di media sosial, tapi bukan berarti mereka tidak bisa bersembunyi. Saat ini, Instagram dilengkapi dengan pengaturan close friend, yang memungkinkan pemilik akun memilih siapa saja orang yang bisa melihat unggahannya. Ada pula hidden story yang membuat mereka bisa menentukan siapa saja yang tidak boleh melihat unggahan video di fitur Instagram Story.
Jika Anda tahu anak Anda pengguna aktif Instagram, tapi tidak pernah melihat unggahan terbarunya, Anda patut curiga mereka sedang menyembunyikan sesuatu. Lantas, bagaimana memastikan kegiatan anak remaja Anda di media sosial benar-benar sehat dan tak ada yang disembunyikan?
Cobalah berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan jadilah teman yang asyik di dunia maya dan nyata. Bicaralah dari hati ke hati agar anak tidak butuh tempat pelarian berupa akun palsu di media sosial.
Baca: 19 Persen Remaja di Negara Berkembang Hamil Sebelum 18 Tahun
Yang tak kalah penting, Anda harus peka dengan kondisi emosional anak. Perilaku tidak sehat di media sosial bisa dilihat dari kondisi psikis dan fisik anak sehari-hari. Perhatikan apakah ia terlihat murung, gelisah, atau mencandu gawai? Jika iya, waspadalah. Bisa jadi ada yang tidak benar dengan kehidupan anak remaja Anda di jagat maya.
TABLOID BINTANG
[ad_2]
Source link