WAWANCARA EKSKLUSIF – Bima Sakti: Ingin Hapus Dahaga Gelar Indonesia Di Piala AFF



[ad_1]

Kepada Goal Indonesia, Bima berbicara tentang filosofi permainannya, kriteria pemilih pemain, hingga peta persaingan di Piala AFF nanti.


EKSKLUSIF   MUHAMAD RAIS ADNAN, FARABI FIRDAUSY & MUHAMMAD RIDWAN


PSSI telah menetapkan Bima Sakti Tukiman sebagai pelatih baru untuk timnas Indonesia. Bima langsung dihadapkan pada turnamen besar di Asia Tenggara, yakni Piala AFF 2018. 

Pada turnamen itu, PSSI kembali menargetkan bisa meraih juara. Tentunya ini bukan tugas yang mudah bagi mantan pemain PSM Makbadar dan PSPS Pekanbaru tersebut. 

Bima sendiri terpilih setelah PSSI tak lagi melanjutkan kerja sama dengan Luis Milla Aspas. Banyak juga yang meragukan kualitas Bima sebagai pelatih timnas, mengingat dia belum pernah menjadi pelatih kepala di sebuah klub. 

Pilihan Editor

Di samping itu, pemilihan pemain yang dilakukannya juga mengundang pertanyaan. Termasuk soal hanya Evan Dimas Darmono yang dipanggil dari beberapa pemain Indonesia yang berkiprah di klub luar negeri.

Kepada Goal Indonesia, Bima memberikan penjelasannya mengenai berbagai macam pertanyaan tersebut. Simak ulasan selengkapnya di bawah ini:

Bagaimana reaksi pertama Anda ketika dipilih sebagai pelatih timnas Indonesia? Apakah sudah menduga sebelumnya?

Awalnya saya kan diberi tugas oleh PSSI untuk FIFA matchday tiga pertandingan lawan Mauritius, Myanmar, dan Hong Kong. Alasannya menggantikan sementara coach Luis Milla karena sambil menunggu proses negosiasi antara coach Milla dan federasi (PSSI). Sempat terkejut juga akhirnya saya dipilih, dan saya bersyukur.

Artinya ini tugas negara, yang paling terpenting kita berjuang dulu, dan sudah menjadi cita-cita kita juga untuk berprestasi di Piala AFF ini. Karena sebelumnya kita sudah lima kali (gagal di final) dan belum pernah meraih juara.

Pelajaran penting apa yang Anda petik selama mendampingi Luis Milla sebagai asisten pelatih?

Yang paling penting dedikasi, kerja keras, fokus. Beliau pernah menyampaikan juga ke saya, “Bima, kamu buat program bisa saja salah, buat materi bisa saja monoton,” lalu dia coret kertas itu. Dia bilang, “Ini semua tidak masalah. Kamu bisa belajar kapan saja dan di mana saja, karena ilmu kepelatihan ini terus berkembang. Yang paling penting harus kerja jujur dan harus maksimal dalam setiap latihan dan pertandingan. Yang paling penting adalah jujur”.

Adakah tekanan tersendiri menjadi suksesor Milla?

Saya pikir wajar saja, semua masyarakat bisa menilai. Itu hak mereka. Memang beban juga, karena melatih tim nasional tidak mudah. Seperti kata coach Milla, sepakbola Indonesia tidak mudah. Di semua level seperti coach Fakhri Husaini di U-16, coach Indra Sjafri di U-19, bahkan di U-23 saja coach Milla banyak mengawali latihan-latihan yang mendasar. Beliau bilang masalah teknik, skill, pemain indonesia tidak kalah dengan pemain di Eropa. Cuma yang jadi masalah mereka tidak tertempa di usia dini, di SSB (sekolah sepakbola), kemudian di kompetisi reguler usia muda. Jadi kadang pemahaman taktik secara individu dan tim itu yang masih kurang di pemain Indonesia. Jadi ini tanggung jawab kita bersama. Apa yang sudah bagus dari coach Milla kita lanjutkan, dan tentunya kita ingin lebih baik dibandingkan saat Asian Games lalu. 

Anda selalu mengatakan pemilihan taktik dan pemain berdasarkan konsultasi dengan Milla, tapi sebenarnya filosofi yang Anda inginkan seperti apa?

Filosofi saya adalah bagaimana [memanfaatkan] transisi, karena itu yang paling penting di sepakbola modern. Di Asian Games itu sudah terlihat, itulah kelebihan kita. Saat kita bertahan, saat menyerang, begitu hilang bola kita harus merebut lagi dalam waktu lima detik, sepuluh detik. Dan itu menjadi kelebihan kita. Kita juga menyesuaikan dengan postur tubuh kita. Kalau main umpan panjang kita akan kesulitan. Memang kadang terjadi umpan panjang, tapi mungkin karena tekanan dan tidak ada opsi lagi. 

Possesion ball penting juga, kalau kita sulit ya harus sirkulasi cepat perpindahan dari kanan ke sisi kiri atau sebaliknya. Itu yang selama ini dilatih coach Milla, makanya saya tidak banyak mengubah, oleh karena itu materi pemain yang dipanggil tak terlalu banyak berubah dari Asian Games kemarin.

Apa yang menjadi kriteria pemilihan pemain skuat Piala AFF ini?

Kita melihat kelebihan pemain dan juga penampilan di liga. Mungkin ada pertanyaan tentang Bagas [Adi Nugroho, tidak tampil reguler di Arema FC]. Saya lihat dia bisa menjadi opsi, bisa jadi stopper atau bek kiri. Saya pikir dia sangat kami butuhkan. Apalagi dia sudah mengetahui model permainan kami. Oleh sebab itu peman yang kami panggil yang sesuai dengan taktik yang akan kami pakai di AFF.

Sebagian pemain yang dipanggil memang multifungsi. Seperti Alfath (Faathier/Madura United) bisa bek kanan dan bek kiri, kemudian Gavin (Kwan Adsit/Barito Putera) bisa bek kanan dan depan. Begitu juga Rizky Pora (Barito Putera) bisa bek kiri, bisa sayap kiri, Saddil (Ramdani/Persela Lamongan) juga begitu bisa sayap kiri, bisa bek kiri, Ricky Fajrin (Bali United) juga bisa full back dan centre back.

Dari beberapa pemain yang berkiprah di klub luar negeri, kenapa hanya Evan Dimas yang dipanggil?

Karena selama ini Evan yang sering bergabung dengan TC (Training Centre) kami. Mohon maaf, mungkin sebagian orang tidak puas dengan keputusan saya. Tapi inilah yang sesuai kebutuhan tim. Mohon maaf buat Ryuji (Utomo), (Rudolof) Yanto Basna, Andik (Vermansah) [Catatan Redaksi: perkembangan terbaru Andik dipanggil].

Bukan ada unsur suka dan tidak suka. Tapi ini memang kebutuhan tim, yang mengerti dengan gaya permainan kami. Mereka (yang tidak terpilih) juga bagus, bukan berarti mereka tidak bagus.

Apa pendapat Anda soal sejumlah pelatih dunia (Milovan Rajevac, Sven Goran Eriksson, Keisuke Honda) yang meramaikan Piala AFF tahun ini?

Mereka punya nama besar, dan mantan pemain besar. Saya pikir kita sama-sama berjuang demi bangsa. Kita tunjukkan. Meski saya minim pengalaman, tapi yang penting pemain mengerti model yang ingin kami terapkan. Ilmu apapun kalau pemain tidak mengerti, akan kesulitan. Saya melihat para pemain bisa mengerti, semoga saja dengan persiapan yang akan kami buat dalam seminggu ini bisa membuahkan hasil lebih baik, pemain lebih mengerti, chemistry-nya lebih baik lagi.

Sosok Eriksson lekat dengan era Primavera. Apa yang Anda kenang dari sosok Eriksson?

Dia pelatih berkarakter, disiplin. Saya melihat beberapa kali program latihan dia. Bahkan Kurniawan [Dwi Yulianto], sekarang asisten saya, sempat beberapa kali berlatih bersama Sampdoria. Saya melihat gaya permainannya khas Italia — “porto stretto” [secara harfiah berarti “pelabuhan sempit”]. Ini jadi pekerjaan rumah saat menghadapi Filipina, nanti kami harus ekstra-kerja keras.

Jebolan Primavera menjadi tulang punggung kepelatihan timnas saat ini, mungkin ini bisa menjadi chemistry yang baik?

Kami bersyukur sebagai mantan pemain yang punya rezeki menjadi pelatih. Saya pikir bisa menjadi hal yang positif karena saat dulu masih bermain kami bisa merasakan apa kekurangan [dalam permainan] dan apa yang kami butuhkan. Jadi kami bisa memberi input kepada pemain saat berlatih dan bertanding – karena saat turanmen pasti ada nervous dan di situ lah mantan pemain bisa memberikan input ke pemain bagaimana mengatasi kejenuhan atau kegugupan.

Saya sengaja memilih teman-teman yang bersama di Primavera kemarin, karena kami bisa saling mengisi. Saya sudah kenal dengan mereka. Jadi, chemistry-nya lebih dapat.

Bagaimana peta persaingan di Piala AFF saat ini?

Persaingan tahun ini lebih merata. Kita melihat beberapa video pertandingan mereka. Singapura semakin bagus, Timor Leste juga begitu, Filipina banyak pemain naturalisasi, Thailand kita sudah tahu lah, jadi lebih kompetitif. Apalagi dengan sistem home and away, kami harus berhitung agar performa pemain bisa maksimal di setiap pertandingan.

Menurut Anda, apa yang membuat Thailand selalu menjadi momok Indonesia?

Kita harus menghilangkan sikap kalah sebelum bertanding. Thailand juga memiliki kekurangan, mereka bukan tim super. Mereka punya organisasi permainan yang bagus, tapi kita harus lebih bagus terutama di sektor pertahanan dan menyerang harus lebih rapi.

Bagaimana dengan kandidat juara lainnya seperti Vietnam?

Saya pikir Vietnam akan menjadi kekuatan yang dahsyat dilihat dari SEA Games dan Asian Games kemarin. Saya pikir mereka menjadi tim yang bakal menjadi momok kita juga.

Pendapat Anda soal Saddil Ramdani yang masuk dalam skuat timnas Indonesia untuk U-19, U-23, dan kini senior?

Saddil pemain yang luar biasa. Dia bisa bermain di dua posisi, bahkan dia bisa bermain di No.10 — di belakang striker. Saya pernah bertanya ke coach Luis, “Di antara para pemain ini siapa yang layak bermain di Spanyol?”. Ada beberapa yang disebutkan, salah satunya Saddil. Pemain lain juga bagus, tapi Saddil memiliki skill yang luar biasa. Memang yang jadi masalah adalah kebugaran, jadi kami akan me-manage dengan memberikan porsi latihan yang sedikit berbeda kepada Saddil, karena dia main di semua level. Kami harus menjaga kondisinya supaya tidak cedera.

[CATATAN REDAKSI: Wawancara dilakukan sebelum kasus penganiayaan yang menimpa Saddil. Hingga artikel ini diterbitkan, melalui pernyataan tertulis PSSI menyebutkan Timnas masih menunggu Saddil di pemusatan latihan tim di Cikarang. “Soal pemain, pelatih Bima Sakti memiliki kewenangan penuh untuk memilih pemain dengan berbagai pertimbangan yang kuat,” bunyinya. Sebelumnya, Jumat (2/11) siang, Bima menegaskan, “Nilai-nilai di Timnas harus dijaga. Kita harus menjaga attitude karena menjadi role model untuk anak-anak muda. Pemain harus memberi contoh yang baik”. Sambil menunggu Saddil, Timnas memanggil Andik Vermansah untuk mengikuti pemusatan latihan.]

Menurut Anda, apa penyebab kita kekurangan striker untuk timnas?

Salah satunya adalah di kompetisi karena kebanyakan klub banyak menggunakan pemain asing, apalagi dulu sampai lima orang. Bahkan tak jarang klub memiliki dua striker semuanya asing. Ini menjadi gambaran di kompetisi kita harus mempercayakan pemain lokal. Kita bersyukur muncul Dedik Setiawan. Kita berharap muncul lagi striker-striker baru lainnya, masih ada Marinus Wanewar, Dendy Sulistyawan, Dimas Drajad. Kita berharap akan lahir Kurniawan Dwi Yulianto dan Bambang Pamungkas yang baru ke depan.”

 

 
Footer Banner AFF 2018

 

[ad_2]
Source link