[ad_1]
Liputan6.com, New York – Harga minyak menguat didorong kekhawatiran sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran akan hapus minyak volume mentah dari pasari dunia di tengah meningkatnya global permintaan.
"Sekarang semua fokus pada masalah pasokan cadangan dan ke depannya Perhatian pasar telah bergeser menjadi serentetan gangguan usai berminggu-minggu fokus pada pasokan dari OPEC dan produsen besar lainnya, "ujar Tamar Essner, Analis Nasdaq, seperti dikutip dari laman Reuters Sabtu (29 / 6/2018).
Harga minyak AS naik 62 per barel menjadi USD 74.08 pada pukul 1.22 waktu setempat Harga minyak berada di jalur kenaikan selama sepekan dengan tumbuh 8.2 pers Harga minyak sempat sentuh level tertinggi USD 74 , 43 sejak 26 November 2014.
Harga minyak Brent naik USD 1.54 menjadi USD 79.39 per barel Harga minyak sempat melompat sebanyak USD 1.85 ke level tertinggi USD 79.70 Harga minyak Brent menguat lima persen selama sepe kan.
"Semua potensi kekurangan dapat melampaui peningkatan produksi yang disepakati oleh OPEC dan usia," kata Direktur Manajemen Risiko EMI DTN, Dominick Chrichella
Ia mencatat risiko, pasokan Iran dapat berkurang lebih lanjut sehingga negara lain ikuti jejak AS dan pemangkasan impor. Pemerintah AS berharap produsen minyak besar lainnya yang tergabung dalam the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) in Rusia akan meningkatkan produksi untuk mengimbangi kehilangan minyak mentah Iran
Namun, gangguan yang tidak direncanakan of Kanada, Libya dan Venezuela telah membuat pasar minyak dunia ketat. Sejumlah badis dan investor berharap penegakan sanksi AS yang ketat akan mendorong harga minyak
"Semakin jelas Arab Saudi dan Rusia akan berjuang untuk kompensansi potensi kerugian dalam produksi minyak dari Venezuela, Iran dan Libya," Kata Abhishek Kumar, Analis Interfax Energy.
Dalam monitored Reuters menyebutkan, 35 ekonom dan badis memperkirakan rata-rata harga minyak Brent akan berada di posisi USD 72.58 per barel atau 90 sen lebih tinggi dari perkiraan USD 71.69.
Source link