[ad_1]
JAKARTA, KOMPAS.com – Bank Indonesia ( BI) melalui Rapat Dean Gubernur Bulanan (BI) memutuskan meningkatkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebsar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen.
Jika diakumulasi, BI telah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali sebesar 175 bps hingga November 2018.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, keputusan tersebut untuk menyikapi kondisi global, salah satunya adalah untuk menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Adapun suku bunga deposit facility juga naik 25 bps menjadi 5,25 persen dan lending facility 6,75 persen. Kebijakan tersebut pun berlaku efektif hari ini, Kamis (15/11/2018).
Baca juga: LPS: Ada Kemungkinan Suku Bunga BI Kembali Naik
“Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan (CAD) ke dalam batas aman,” ujar Perry saat konferensi pers hasil RDG di Jakarta.
Sebagai informasi, defisit neraca berjalan kuartal III 2018 sebesar 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dollar AS.
Selain itu, Perry juga mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan keyakinan dan upaya BI mempertajam daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Langkah BI menaikkan suku bunga ini juga sebagai bentuk upaya mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve.
Selanjutnya, BI akan mencermati mempercepat langkah-langkah di pasar keuangan untuk mendukung pembentukan struktur pasar uang yang lebih efisien seiring dengan semakin berkembangnya pasar uang di dalam negeri.
Baca juga: BI Prediksi Defisit Transaksi Berjalan di Bawah 3 Persen Tahun Ini
“Kenaikan suku bunga itu juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengatisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Perry.
BI pun menerbitkan aturan baru terkait transaksi derivatif rupiah, yaitu interest rate swap dan overnight index swap. Aturan itu diyakini dapat memperkaya alternatif instrumen lindung nilai terhadap perubahan suku bunga domestik.
“Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung kurva yield yang lebih transparan di pasar uang dan utang serta dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter dan mendorong surat utang baik yang diterbitkan pemeritnah maupun korporasi,” jelas Perry.
[ad_2]
Source link