[ad_1]
JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Direktur Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja menyatakan, biaya yang harus dikeluarkan perbankan untuk mengembangkan teknologi finansial (financial technology) tidaklah murah. Jahja menjelaskan, BCA sendiri telah menganggarkan Rp 5,2 triliun di tahun 2019 mendatang untuk meningkatkan kualitas teknologi informasi.
“Kita spend Rp 5,2 triliun tahun depan untuk IT. Itu untuk menambah jaringan yang adam transformasion, dan dari segi legal aspect buat complience dan security,” ujar Jahja di sela acara International Banking Expo (IBEX) 2018 di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Lebih lanjut Jahja merinci, dari Rp 5,2 triliun tersebut, sebesar Rp 1,8 triliun akan digunkan untuk pemeliharan program-program yang sudah berjalan. Sementara sebesar Rp 1,7 triliun untuk pengembangan, dan sisanya untuk melakukan transformasi atau meluncurkan produk-produk baru, seperti transfer antar nasabah via QR code yang baru-baru ini diluncurkan oleh BCA.
Jahja pun menekankan, dana atau biaya menjadi salah satu kunci untuk bisa berkompetisi dengan cepatnya perubahan industri keuangan akibat teknologi.
Baca juga: Bos BCA : BI Belum Perlu Naikkan Suku Bunga Acuan Bulan Ini
“Transformation itu kan budget harus cukup besar, ada juga aspek lain seperti aspek legal, komplain, risiko, juga yang terutama keamanan sistem,” jelas Jahja.
Di sisi lain, Jahja juga menjelaskan investasi terpenting lainnya adalah dari segi sumber daya manusia. Sebab, saat ini, ongkos yang dibutuhkan untuk investasi dari segi SDM juga tak murah. Di tambah lagi, tidak banyak dari milenial yang berminal untuk bekerja di sektor perbankan.
“Kita mengadakan data challenge untuk orang-orang yang data scientist dan banyak dari merkea yang punya inisati. Mereka inilah yang susah dicari dan susah di-hire oleh bank. Apalagi kalau bank tidak bisa menyediakan lingkungan yang welcome dengan milenial,” ujar Jahja.
[ad_2]
Source link