Apa Benar RI Surplus Beras 2,85 Juta Ton, Begini Penjelasan BPS – VIVA



[ad_1]

VIVA – Pemerintah telah mengumumkan surplus pasokan beras sebanyak 2,85 juta ton pada 2018. Namun, Kepala Badan Pusat Statistik, Suharyanto, menegaskan, data itu merupakan hasil perhitungan secara kumulatif.

Dia menjelaskan, sebenarnya data konsumsi beras itu setiap bulannya cenderung stabil, yakni sekitar 2,27 juta ton hingga 2,51 juta ton. Namun, fluktuasi memang kerap terjadi dalam hal produksi beras setiap bulannya.

“Surplus itu dengan catatan (dihitung) secara kumulatif. Karena kalau dilihat bulan-bulan tertentu, ada juga yang defisit. Seperti misalnya pada Oktober sampai Desember, di mana itu adalah musim tanam, jadi produksi turun,” kata Suhariyanto di kantornya, kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu 24 Oktober 2018.


“Jadi harus diperhatikan bagaimana kita mengelola stok ini agar harganya stabil,” dia menambahkan.

Suhariyanto menjelaskan, BPS mencatat adanya kelebihan tingkat produksi beras di atas tingkat konsumsinya, yakni sebanyak 3,21 juta ton sejak Februari 2018. Sementara itu, produksi tertingginya terjadi pada panen raya Maret, yang mencapai 5,42 juta ton.

Sementara itu, perkiraan produksi pada Oktober 2018 dinilai akan anjlok ke angka 1,52 juta ton, diikuti November sebanyak 1,2 juta ton dan Desember 2018 mencapai 1,22 juta ton. Ketiganya, dikarenakan pada kuartal keempat itu sedang berlangsung masa tanam.

Suhariyanto juga menjelaskan, angka surplus beras itu sebenarnya juga tersebar ke berbagai titik. Seperti misalnya ke rumah tangga produsen, rumah tangga konsumen, pedagang, penggilingan, hotel, Bulog, dan lain sebagainya.

“Yang bisa dikelola pemerintah hanya di Bulog. Kalau mengacu survei cadangan beras 44 persen berada di rumah tangga produsen itu jumlahnya 14,1 juta, jadi sekitar 1,35 juta. Kalau dibagi rumah tangga produsen setiap rumah tangga surplus 7,5 kilogram,” kata dia.

Suhariyanto pun mengingatkan bahwa angka surplus beras itu harus disikapi dengan hati-hati. Karena, memerlukan pengelolaan stok yang baik agar dapat menutupi pasokan ketika stok beras mengalami defisit.

“Karena kalau untuk melihat stok itu harus diamati dari waktu ke waktu. Ada bulan-bulan defisit dan ada juga yang surplus. Lalu perhatikan juga pergerakan dari satu tempat ke tempat lain,” ujarnya.

[ad_2]
Source link