BI: Rupiah Melemah Tak Perlu Panik



[ad_1]

JAKARTA, KOMPAS.com – Bank Indonesia meminta pasar dan masyarakat tidak perl panik menyikapi pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya akan melakukan intervensi di pasar. Sejauh ini pelemahan rupiah masih terkelola dengan baik

Kami akan intervenensi dan melakukan stabilisasi Kami ukur secara relative, dan depresiasi rupiah masih manageable "ujarnya kepada para redaktur ekonomi Selasa (3/7/2018

Hingga sore ini, di pasar spot nilai tukar rupiah berada di Rp 14,397 per dollar AS atau melemah 0,21 persen. Sementara itu kurs tengah BI, rupiah berada di Rp 14,418 per dollar AS.

Sementara itu rupiah pada period awal tahun hingga akhir Juni ( year to date ) telah melemah 5.6 pers.

Untuk menjaga rupiah, BI melakukan serangkaian langkah stabilisasi, tidak hanya melalui kebijakan suku bunga yang terukur, namun juga melalui intervenensi untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valuta asing (valas) maupun rupiah, melakukan pembelian sertat Surat Berharga Negara ( SBN) di pasar

Kedua, terkait dengan pergerakan nilai tukar rupiah, Perry Warjiyo mengatakan bahwa hal tersebut harus diukur secara relative dibandingkan dengan negara-negara lain

Saat ini pelemahan nilai tukar terhadap dollar AS juga tengah terjadi atau dialami oleh negara-negara regional. Relative secara, pergerakan nilai tukar Rupiah tersebut masih terkendali (manageable) sebagai bagian dari fenomena global yang terjadi saat ini

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terjadi hampir seluruh negara berkembang () market ). Hal ini lantaran investor asing lebih memilih menempatkan dananya ke US treasury.

"Saat ini ketidakpastian global ekonomi masih tinggi," kata Mirza.

Terkait dengan kondisi tersebut, Perry Warjiyo menyebut bahwa menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin beberapa waktu lank dilakukan untuk meningkatkan daya tarik pasar finansial Indonesia.

Sehingga, naiknya suku bunga sebesar acuan 50 menjadi 5,55 persen diharapkan bisa menjadi daya tarik investor untuk kembali ke Indonesia.

"Selain menaikkan suku bunga acuan, BI juda melakukan serangkaian langkah agar kebijakan tersebut tidak berdampak negative di dalam negeri, "kata dia.

Sebagai kompensasi atas naiknya suku bunga acuan tersebut, BI melakukan relaksasi terhadap aturan loan to value ratio (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan ketentuan ini, debitur KPR tak harus menyediakan uang muka hingga 30 persen dari harga rumah

"Uang muka untuk pembeli rumah pertama akan ditentukan oleh bank pemberi kredit, dengan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian," lanjut Perry.

Pelonggaran lainnya adalah giro minimum wajib (GWM) rata-rata untuk bank dari 1.5 persen menjadi 2 persen dari dana pihak ketiga. Melalui pelonggaran tersebut, bank akan mendapatkan likuiditas tambahan untuk menggenjot kredit.

[ad_2]
Source link