[ad_1]
JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memperkirakan jika bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan mereka, mau tak mau Bank Indonesia harus kembali meningkatkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Rate (BI7DRRR).
BCA memprediksi BI bahkan bisa menaikkan hingga 200 basis point (2 persen) sampai tahun 2019 mendatang.
"Rupiah itu kan kalu lihat gearing ratio, setiap kali (Fed Fund Rate) naik 0,25 persen harusnya kita naik 0,5 persen Memang kalau mereka naik sampai 4 kali, kita bisa naik 2 persen sampai tahun depan, "ujar Jahja ketika ditemui di Menara BCA, Senin (9/7/2018)
Sebelumnya, hingga 29 Juni lalu, BI telah menaikkan suku bunga hingga 1 persen.
Jahja menilai, potensi naiknya suku bunga The Fed (Fed Fund Rate) pada bulan September dan Desember, ditambah dengan kenaikan sebanyak 2 hingga 3 kali lagi di tahun berikutnya, patut dipert imbangkan masak-masak oleh b.
Jika BI tidak menaikkan suku bunga ketika nik, maka nilai mata uang (kurs) rupiah akan semakin tertekan. Ditambah lagi, Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk mendukung konsumsi bahkan produksi dalam negeri.
"Kalau kita ngak naikin bunga yang terkena kurs, kurs ku merata, karena kurs ku berpengaruh ke impor, bahan baku itu kan kita semua juga masih banyak impor, mau itu buat konsumsi dalam negeri maupun ekspor, "jelas dia.
Jika rupiah terus terdepresiasi, maka harga-harga bahan pokok akan meningkat, dan dapat menyebabkan inflasi.
"Kalau harga pokok semuanya naik, kalau itu inflatoar ke depan inflasi kita bisa tinggi, itu bahaya, mengurangi daya beli," jelas
[ad_2]
Source link