[ad_1]
Jakarta, CNN Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) mengaku salah karena tidak cepat dalam mengubah metodology pengumpulan data produksi beras. Akibatnya, data estimasi produksi beras di Indonesia tidak akurat selama puluhan tahun.
"Untuk membenahi data beras ini beratnya luar biasa BPS juga berkontribusi salah karena tidak cepat mengubah metodologinya," ujar Kepala BPS Suhariyanto of Politeknik Statistika STIS, Kamis (25/10).
Suhariyanto mengungkapkan BPS dan sejumlah ekonom telah menyadari kemungkinan beras yang kurang akurat sejak lama. Indikasi data beras yang tidak akurat terlihat dari harga beras yang masih tinggi di pasaran meskipun di atas kertas angka produksi beras menunjukkan surplus.
"Kami semua menduga itu (data produksi beras) estimasinya berlebih (over estimate)," katanya.
Tadinya, perhitungan luas panen dilakukan menggunakan metode pandangan mata (Eye Estimate). Namun, kini BPS sudah menyempurnakan metodologi melalui perhitungan berdasarkan pengamatan yang objektif menggunakan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikembangkan bersama Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT).
"Metodologi harus objektif, dengan teknologi terkini, hasilnya cepat, dan transparan," ujarnya.
Kendati demikian, Suhariyanto mengingatkan pemerintah tidak hanya bergantung pada data produksi beras dalam mengambil kebijakan terkait impor. Pemerintah juga menggunakan data perkembangan data fluktuasi harga bulanan di pasar in data stok beras di Bulog.
Karenanya, meski data produksi beras tidak akurat bukan berarti kebijakan yang diambil pemerintah selama ini salah.
"Kebijakan tidak hanya didasarkan pada data produksi saja meski itu (data produksi) menjadi data krusial tetapi selama ini kebijakannya juga banyak menggunakan data lain," tandasnya.
(Sfr / bir)
[ad_2]
Source link