[ad_1]
Bisnis.com, JAKARTA – Pelebaran defies transaksi berjalan dan neraca perdagangan saat ini belum mengindikasikan ekonomi Indonesia berada dalam kondisi 'overheating'.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) , Mirza Adityaswara menegaskan kondisi defisit transaksi berjalan pada kuartal kedua yang akan berada di atas 2.5% dan kondisi defisit neraca perdagangan Januari-Mei 2018 sebesar US $ 1.52 miliar tidak menggambarkan ekonomi Indonesia yang sedang 'overheating'.
"Membesarnya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan bukanlah cerminan dari overheating karena pertumbuhan kredit masih berada di kisaran 10.2% -10.3% [year on year/yoy] dan 2.9% -3% [year to date/ytd]"ungkap Mirza, Selasa (3/7).
Menurut Mirza, kondisi ini berbeda dibandingkan dengan semester 1/2013. Saat itu, impor Indonesia cukup tinggi dan diikuti oleh pertumbuhan kredit hingga di atas 20% dan melonjaknya harga properti. "Semester 1/2013 itu adalah overheating," tegasnya.
Lebih lanjut, BI melihat defies pada neraca perdagangan Januari-Mei 2018 yang mencapai US% 1,52 miliar lebih disebabkan oleh impor kebutuhan pembangunan infrastruktur yang nilainya sekitar US $ 4.1 miliar
Sementara itu, impor alat pertahanan tercatat sebesar US $ 1.1 miliar dan import beras sekitar US $ 400 juta. Dari angka tersebut, BI menilai defiit ini berada di kisaran yang sehat. Bahkan, BI memandang neraca perdagangan sebenarnya berada di posisi surplus.
"Jadi sebenarnya neraca perdagangan Januari-Mei yang defisit kalau dikeluarkan kebutuhan impor pembangunan infrastruktur di mana untuk kebutuhan pembangunan kapasitas ekonomi jangka panjang, neraca perdagangan Indonesia itu surplus," papar Mirza .
[ad_2]
Source link