Ini Rencana Bisnis Merpati Jika 2019 Terbang Lagi



[ad_1]

 

Jakarta, Gatra.com – Jika persidangan di Pengadilan Niaga (PN) Surabaya menerima usulan perdamaian yang diajukan kreditur pada 14/11 nanti, mak situ akan menjadi hari bersejarah bagi maskapai perintis plat merah PT Merpati Nusantara Airlines. 

Sebelumnya, pada sidang Rabu pekan lalu (7/11) majelis hakim menunda kembali pembacaan hasil putusan karena proposal dan voting perdamaian kreditur dan debitur harus dipelajari dulu.

Dalam voting sebelumnya, mayoritas kreditur menyetujui perdamaian dan berharap Merpati dapat beroperasi kembali untuk menyehatkan kembali keuangannya. 

Para kreditur tersebut berkeyakinan Merpati bisa terbang lagi karena ada investor yakni PT Intra Asia Corpora yang siap mengucurkan duit Rp6,4 triliun secara bertahap untuk modal beroperasi kembali.

Menurut Presiden Direktur Merpati Capt. Asep Ekanugraha uang itu sebagai modal Merpati untuk bangkit lagi. 

“Caranya dengan fleet (armada pesawat) baru, rute yang potensial, dan sumber daya manusia yang kredibel maka Merpati akan dapat memenuhi kewajiban utangnya,’’ katanya kepada Gatra.com.

Seperti diketahui ] dalam penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) melalui voting perdamaian, dari 85 kreditur konkuren, sebanyak 81 menyatakan setuju dan 4 tidak setuju. Sementara dari kreditur separatis, hanya 1 yang tidak setuju dengan proposal perdamaian yaitu Kementerian Keuangan.

Asas keberlangsungan usaha telah diperjuangkan manajemen dengan berusaha mencari investor sebagai wujud keseriusan Merpati untuk bangkit kembali. 

Oleh sebab itu, Asep optimis dan berharap Merpati masih mendapat kesempatan untuk menjalankan business plan dan business model yang baru.

Jika ternyata Merpati dinyatakan pailit maka tidak akan ada peluang dan kepastian apakah utang Merpati kepada kreditur akan dibayar. 

Namun jika putusan hakim masih memberikan peluang untuk perdamaian, maka rencana bisnis Merpati akan dapat dijalankan.

Presiden Direktur Merpati Asep Ekanugraha mengatakan pihak manajemen telah memiliki rencana dan model bisnis untuk menyebatkan kembali Merpati. 

Proses restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan, sebenarnya sudah dimulai sejak Merpati berhenti beroperasi pada 1 Februari 2014. “Langkah itu untuk menyelamatkan Merpati agar tidak terus bleeding keuangannya,’’ kata Asep.

Selama Merpati tidak terbang, proses restrukturisasi berikutnya adalah dengan melepas dan membangkitkan unit usaha yang sudah ada yaitu Merpati Training Center dan Merpati Maintenance Center tahun 2016. 

Restrukturisasi dilanjutkan dengan layoff sekitar 1.441 karyawan pada tahun 2017.

‘’Saat ini baik training center dan maintenance center bisa tetap hidup. Sementara dengan berat hati terpaksa ada proses layoff yang pada akhirnya diterima seluruh karyawan. Mereka menyadari posisi Merpati yang sedang dalam kesulitan,’’ ungkap Asep.

Jika hari Rabu (14/11) terjadi homologasi dan putusan majelis hakim menerimanya, maka Merpati sudah siap dengan rencana bisnisnya. 

“Penerbangan perdana Merpati reborn akan dilakukan di Biak, Papua Barat, wilayah timur yang merupakan salah satu basis utama Merpati,’’ kata Asep.

Kondisi saat ini, menurut Asep semestinya menjadi momentum untuk Merpati untuk bangkit. 

Ia menyebutkan sejumlah potensi yang menjadi peluang besar bagi Merpati untuk bangkit dari “mati suri’’-nya. 

Pertama, mayoritas kreditur menginginkan Merpati terbang kembali. Kedua, sudah ada investor yang akan mengucurkan dana sebesar Rp6,4 triliun sebagai modal Merpati untuk mengudara dan eksis di bisnis penerbangan.

Potensi ketiga, menurut Asep adalah masih terbukanya ceruk pasar penerbangan di dalam negeri dengan makin bertambahnya bandara udara baru dan perpanjangan bandara udara yang sudah ada. Selain itu untuk menyambut wisatawan dan kaum milenial yang hobi traveling, pemerintah membuka 10 destinasi wisata baru sebagai “new Bali”.

Sepuluh destinasi wisata yang menjadi prioritas itu adalah Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).

Sementara itu untuk fleet atau armada pesawat, Merpati tidak akan mengoperasikan pesawat keluaran Boeing dan Airbus, tapi pesawat canggih buatan Rusia. “Tapi bukan yang pernah kecelakaan di Gunung Salak, Bogor,” kata Asep, ketika ditanya.

Sesuai dengan rencana bisnis yang dibuat, menurut Asep, Merpati tidak akan terjun di segmen maskapai penerbangan bertarif rendah atau low cost carrier (LCC). 

Lalu, selain menggarap penerbangan di wilayah Indonesia timur, Merpati juga berniat melakukan penerbangan untuk rute-rute di seluruh wilayah Indonesia. 

“Bahkan terbuka kemungkinan untuk juga merambah rute luar negeri yang potensial,’’ katanya.

Saat ini, menurut Asep, menjadi momentum bagi dunia penerbangan di Indonesia untuk menciptakan keseimbangan dan melakukan pembenahan. 

Kehadiran kembali Merpati menjadi kesempatan agar muncul keseimbangan baru yang lebih sehat di bisnis penerbangan di tanah air. 

Masyarakat pun akan memiliki banyak pilihan maskapai untuk terbang ke sejumlah daerah.

‘’Saya mendengar langsung sudah banyak pihak dari masyarakat di Indonesia timur yang menginginkan dan mendukung Merpati terbang lagi,’’ kata Asep.

Adapun dari aspek perusahaan, Asep mengungkapkan, jika investor tidak menghendaki intervensi yang berlebihan, seperti masuk dan meminta posisi di struktur manajemen.  

“Investor ingin agar dana yang sudah ditanam bisa digunakan sebaik-baiknya, sehingga perusahaan secara bertahap bisa sehat, meraup profit, dan menyelesaikan kewajiban-kewajiban utangnya,’’ kata Asep.

Sedangkan untuk Pemerintah, Asep menilai, apabila Merpati beroperasi lagi maka akan memberikan efek positif. Dari aktivitas bisnis akan memberikan tambahan bagi penerimaan pajak ke negara.

Selain menambah penerimaan pajak, kegiatan Merpati bakal memutar roda ekonomi di bisnis penerbangan, yang tentunya akan banyak menyerap tenaga kerja. 

“Apalagi ada banyak pilot lulusan sekolah penerbangan yang menganggur,’’ pungkasnya.


Gerard Arijo Guritno

[ad_2]
Source link