[ad_1]
KOMPAS.com – Kehadiran nyamuk di sekitar kita merupakan hal yang menyebalkan. Apalagi ketika nyamuk membawa penyakit, gigitan kecilnya bisa menjadi perkara panjang.
Untuk mengatasi hal ini, biasanya masyarakat menggunakan obat nyamuk dalam berbagai bentuk, mulai dari yang cair, padat, bahkan lotion. Namun yang sangat identik dan dekat dengan masyarakat kita adalah obat nyamuk bakar.
“Sejak pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1900-an, obat nyamuk bakar tidak mengalami perkembangan yang signifikan, sedangkan tuntutan dan tantangan yang dihadapi konsumen terus berkembang,” ujar Puneet Kusumbia, dari Godrej Indonesia, dalam peluncuran obat nyamuk bakar piramida, HIT Magic Expert, Kamis (18/10/2018), seperti dikutip dari siaran persnya.
Baca juga: Ancaman Makin Nyata, Plastik Bisa Berpindah Lewat Tubuh Nyamuk
Mosquito coil, atau obat nyamuk bakar, yang akrab dengan mata kita berbentuk spiral. Hal ini ternyata tidak banyak berubah dari semenjak pertama kali dibuat pada tahun 1902.
Kini, obat nyamuk bakar telah berevolusi menjadi bentuk piramida dengan bahan karton yang tidak mudah patah.
“Kalau bentuknya coil (spiral) itu pinggirannya banyak yang terbuang. Sedangkan bentuk kotak atau piramida itu lebih efisien, karena tidak ada yang terbuang, harga bisa ditekan,” ujar Lula Kamal, aktris sekaligus dokter umum saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Selain bentuknya, sifat dari obat nyamuk bakar juga mengalami perubahan.
Baca juga: Apa Itu Keystone, Penyakit Baru yang Disebarkan oleh Nyamuk?
Sebelumnya, seperti obat nyamuk cair dan lotion, obat nyamuk bakar yang berbahan dupa dan daun jeruk hanya berperan sebagai repellent atau pengusir saja. Hal ini dianggap tidak efektif karena dengan kemampuan bekerja obat nyamuk pengusir hanya dua sampai tiga jam, sehingga ketika tidur nyamuk akan menghisap darah kita kembali.
“Sebetulnya, nyamuk dalam ruangan kita ke mana? Ya di situ saja, enggak ke mana-mana, menunggu waktu yang tepat saja,” jelas Lula Kamal.
Seiring berkembangnya zaman, obat nyamuk turut berinovasi juga dari yang hanya mengusir menjadi membunuh nyamuk.
Hal ini dirasa penting oleh Lula karena delapan dari 10 masyarakat Indonesia tinggal di area di mana nyamuk pembawa penyakit banyak berkembang biak.
[ad_2]
Source link