Peta Jalan Penanganan Limbah Freeport Capai 60 Persen



[ad_1]

Liputan6.com, Jakarta – PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (Persero) menandatangani perjanjian untuk kepemilikan 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Namun demikian, masih ada hal yang menghambat perpanjangan operasional perusahaan tambang tersebut di Indonesia.

Salah satunya adalah masalah lingkungan yang masih tersendat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK terus menegaskan, Freeport harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah lingkungan sebelum melanjutkan perpanjangan kontrak.

Menteri KLHK, Siti Nurbaya mengungkapkan saat ini peta jalan (roadmap) penanganan masalah tersebut masih separuh jalan.

“Lagi diselesaikan (roadmap limbah Freeport). (Progressnya) sudah 60 persen,” kata dia saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/2018).

Persoalan tailing atau pembuangan pasir sisa limbah merupakan fokus utama pemerintah. Untuk diketahui, penambangan Freeport dapat menghasilkan tailing sebesar 250.000 ton per hari. Hingga kini pemerintah belum menemukan solusi untuk hal ini.

Sebelumnya, Menteri Siti menyatakan pemerintah melihat tiga hal dalam penyelesaian masalah tailing ini. Pertama, pemerintah harus melihat estuari atau bentukan tailing yang menutup setengah wilayah pesisir. Di mana selama ini, tidak ada pengawasan terhadap hal tersebut.

“Kedua, persoalan pemanfaatannya bagaimana. Ketiga, limpasan-limpasan dari tanggul itu dan penambangan dalamnya,” ujar dia.

Siti menambahkan, pihaknya masih mempelajari ketiga hal tersebut. Nantinya, hasil evaluasi serta solusi penyelesaian akan ditetapkan sesuai dengan tingkat keparahan kerusakan lingkungan.

“Itu kita sedang pelajari. Sudah ada KLHS-nya, ada tim KLHK yang bikin. Sudah, tapi lagi mau dievaluasi dulu, kemudian habis ini saya mau lihat, staging (tingkat keparahan) itu seperti apa. Tapi yang pasti harus terukur. Teknologinya apa, best praticesnya, nanti keluarannya apa, kita harus hitung. Nanti akan sampai standard mana yang dia bisa,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

[ad_2]
Source link