Raibnya Jamal Khashoggi dan Pertaruhan Citra Pangeran MBS Halaman all



[ad_1]

KOMPAS.com — Sejak ditunjuk menjadi putra mahkota Arab Saudi pada 27 Juni 2017, Pangeran Mohammed bin Salman langsung berusaha menunjukkan dirinya memiliki visi bagi masa depan negeri itu.

Salah satu pandangan pangeran berusia 32 tahun itu dituangkan dalam apa yang disebutnya sebagai “Visi 2030” yang salah satu tujuannya adalah mengurangi ketergantungan Arab Saudi terhadap minyak bumi.

Selama ini, hasil minyak bumi amat cukup untuk menghidupi Arab Saudi, tetapi setelah beberapa kali harga minyak dunia anjlok, MBSsapaan akrab sang pangeranyakin Saudi butuh pemasukan dari sektor lain.

Baca juga: Tersangka Pembunuh Jamal Khashoggi, Tewas dalam Kecelakaan di Riyadh

Untuk menumbuhkan perekonomian Saudi, negeri itu membutuhkan investasi asing dalam jumlah besar.

Namun, citra Saudi sebagai negara yang ketat dan tidak demokratis membuat banyak negara ragu untuk berbisnis di negeri itu.

Pangeran MBS paham betul citra Saudi di dunia internasional perlu dipoles agar keraguan-keraguan tersebut bisa dikikis dan suatu saat hilang.

Salah satu yang sudah dilakukan MBS adalah mencabut larangan mengemudi bagi perempun Saudi yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Dia juga kemudian mengizinkan berdirinya bioskop di Saudi dan bahkan mulai menjajaki kemungkinan menjalin kerja sama dengan Hollywood.

Kedua keputusan ini, meski terbilang sederhana, amat meningkatkan citra Arab Saudi di mata dunia. Selain itu, citra MBS sebagai sosok demokratis, reformis, fleksibel, dan mengerti tuntutan zaman langsung terbangun.

Di bidang ekonomi, Pangeran MBS berniat mendirikan sebuah kota baru berfasilitas canggih. Kota yang hingga saat ini hanya disebut NEOM ini dibangun sebagai sebuah zona bebas ekonomi dan dagang internasional.

Baca juga: Raibnya Jamal Khashoggi, Seorang Jenderal Jadi Kambing Hitam

Tujuannya amat jelas, MBS ingin negerinya terlihat menjadi negara yang ramah terhadap investor internasional yang ingin menanamkan modalnya di Arab Saudi.

Tak hanya itu, untuk menunjukkan keterbukaan negeri tersebut, MBS juga berencana membuka sejumlah daerah negeri itu yang berpotensi menjadi daerah wisata semacam Sharm el-Sheik, di Mesir.

Bersambung di halaman berikutnya: Pendekatan keras

Pangeran Alwaleed bin Talal, salah satu dari sepuluh pangeran yang ditahan pemerintah Arab Saudi dengan alasan terkait tindak pidana korupsi.ISHARA S. KODIKARA / AFP Pangeran Alwaleed bin Talal, salah satu dari sepuluh pangeran yang ditahan pemerintah Arab Saudi dengan alasan terkait tindak pidana korupsi.

Pendekatan keras

Di sisi lain, MBS memahami upayanya memoles citra Arab Saudi dan dirinya di mata dunia tak berguna tanpa dukungan dari dalam negeri.

Apalagi, posisinya sebagai putra mahkota didapat setelah ayahnya, Raja Salman bin Abdulaziz, “memecat” Mohammed bin Nayef dari posisi putra mahkota.

Bagaimanapun, perubahan posisi ini pasti tak memuaskan Pangeran Nayef dan pendukungnya. Karena itu, MBS mau tak mau harus memastikan bahwa posisinya di dalam negeri aman dari rongrongan politik.

Baca juga: Presiden Trump Akhirnya Percaya Jurnalis Jamal Khashoggi Dibunuh

Pada November 2017, MBS menangkapi sejumlah pejabat, pengusaha, dan mantan pejabat negara dalam operasi bertajuk pemberantasan korupsi.

Tak kurang dari 500 orang ditangkap, 2.000 aset domestik dibekukan, dan mereka yang ditangkap ditahan di Hotel Ritz Carlton, Riyadh.

Saat itu, harian The Wall Street Journal melalui laporannya menyebut Pemerintah Saudi mengincar uang tunai dan aset bernilai hingga 800 miliar dollar AS.

Sementara itu, Pemerintah Saudi mengklaim aset bernilai 300-400 miliar dollar AS terkait dengan berbagai tindakan korupsi.

Dan, ternyata 95 persen dari mereka yang ditahan sepakat untuk membayar kompensasi kepada negara sebagai ganti agar mereka tak menghuni penjara.

Hanya 4 persen yang membantah telah melakukan korupsi dan memilih untuk bertarung di pengadilan.

Baca juga: Presiden Trump Akhirnya Percaya Jurnalis Jamal Khashoggi Dibunuh

Langkah ini, meski dibalut embel-embel pemberantasan korupsi, MBS sebenarnya ingin menunjukkan kepada orang-orang paling terpandang di Saudi tersebut bahwa dirinyalah yang berkuasa saat ini.

Dengan langkah tersebut, MBS bisa memaksakan loyalitas mereka sehingga dia bisa memastikan visi yang diusungnya untuk Arab Saudi tidak akan mendapat banyak tentangan.

Bersambung ke halaman berikutnya: Siapa Jamal Khashoggi?

Reem Farahat, seorang karyawan Careem, sebuah layanan penyedia transportasi, bersiap untuk melayani pelanggan menggunakan mobilnya di Ibu Kota Saudi, Riyadh, Minggu (24/6/2018). Momen bersejarah tercipta setelah otoritas Saudi pada 24 Juni waktu setempat resmi mencabut larangan bagi perempuan untuk mengemudi sebagai bagian dari program Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman memodernisasi beragam aspek dalam masyarakat Saudi.AFP PHOTO/FAYEZ NURELDINE Reem Farahat, seorang karyawan Careem, sebuah layanan penyedia transportasi, bersiap untuk melayani pelanggan menggunakan mobilnya di Ibu Kota Saudi, Riyadh, Minggu (24/6/2018). Momen bersejarah tercipta setelah otoritas Saudi pada 24 Juni waktu setempat resmi mencabut larangan bagi perempuan untuk mengemudi sebagai bagian dari program Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman memodernisasi beragam aspek dalam masyarakat Saudi.

Siapa Jamal Khashoggi?

Lalu apa urusanya dengan Jamal Khashoggi? Pria ini memulai kariernya bukan di bidang jurnalistik.

Di awal kariernya, Khashoggi adalah manajer regional toko buku Tihama pada 1983-1984 sebelum menjadi koresponden bagi Saudi Gazette di asisten manajer harian Okaz pada 1985-1987.

Setelah menjadi koresponden asing bagi beberapa negara, Khashoggi kemudian menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Arab News mulai 1999-2003.

Baca juga: Jamal Khashoggi Hilang, Konferensi Investasi Riyadh Terancam Batal

Setelah sempat menjadi Pemimpin Redaksi Harian Al Watan, Khashoggi kemudian bekerja untuk Kementerian Informasi Arab Saudi.

Dia kemudian dipecat pada Mei 2003 karena dia mengizinkan seorang kolumnis mengkritik cendekiawan Islam Ibn Taymiyya yang dianggap sebagai pendiri aliran Wahabi.

Insiden ini membuat Khashoggi dikenal dunia Barat sebagai sosok liberal progresif di Saudi yang konservatif.

Usai dipecat, Khashoggi kemudian bekerja untuk Pangeran Turki al-Faisal di London dan menjadi staf medianya saat sang pangeran menjadi duta besar di Amerika Serikat.

Pada April 2007, Khashoggi untuk kedua kalinya menjadi pemimpin redaksi harian Al Watan dan sekali lagi harus mundur.

Penyebabnya adalah dia memuat sebuah kolom karya penyair Ibrahim al-Almaee yang mempertanyakan dasar-dasar Salafi pada Mei 2010.

Alhasil, Khashoggi dipaksa mundur dari posisinya itu. Meski demikian, Khashoggi masih menjalin hubungan baik dengan para elite Saudi termasuk dinas intelijennya.

Pada 2015, Khashoggi meluncurkan stasiun televisi kabel Al-Arab yang berbasis di Bahrain karena tidak boleh ada stasiun televisi berita swasta yang beroperasi di wilayah Saudi.

Berdirinya stasiun televisi itu disokong miliarder Pangeran Alwaleed bin Talal yang bekerja sama dengan Bloomberg Television.

Sayangnya, stasiun televisi ini hanya mengudara 11 jam sebelum dibredel Pemerintah Bahrain.

Pada Juni 2017, Khashoggi pindah ke AS dan mulai menulis untuk harian The Washington Post.

Di sana Khashoggi kerap menulis kritikannya terkait sejumlah kebijakan Arab Saudi khusunya kebijakan Pangeran MBS.

Beberapa hal yang dikiritiknya adalah blokade terhadap Qatar, sengketa dengan Lebanon, sengketa diplomatik dengan Kanada, serta pembungkaman terhadap media dan kelompok yang berbeda pendapat.

Baca juga: Tulisan Terakhir Jurnalis Saudi Jamal Khashoggi yang Hilang di Turki

Tak selalu mengkritik, Khashoggi juga mendukung kebijakan MBS saat mengizinkan perempuan mengemudi, tetapi dia mengecam penangkapan aktivis perempuan Loujain al-Hathloul.

Kashoggi juga mengkritik petualangan militer Saudi di Yaman  yang memang merupakan keputusan Pangeran MBS.

Bersambung ke halaman berikutnya: Hilangnya Khashoggi dan citra MBS

Jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.AFP/MOHAMMED AL-SHAIKH Jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.

Hilangnya Khashoggi dan citra MBS

Bebasnya Khashoggi mengkritik kebijakan Pangeran MBS lewat tulisan-tulisannya tentu menggelisahkan sang pangeran karena sudah barang tentu akan merugikan dirinya.

Namun, membungkam Khashoggi tentu bukan perkara mudah sebab nama sang jurnalis yang sudah mendunia dan kedekatannya dengan banyak tokoh membuat penanganan Khashoggi harus dilakukan dengan cara amat hati-hati.

MBS paham dia tak boleh gegabah menangani Khashoggi sehingga jika benar sang jurnalis tewas dibunuh di konsulat Saudi, hal itu bisa menghancurkan citra internasional MBS.

Baca juga: Polisi Turki Perluas Pencarian Jurnalis Saudi yang Hilang ke Hutan

Namun, itulah yang terjadi pada 2 Oktober 2018, saat Khashoggi melangkahkan kakinya ke kantor konsulat Saudi di Istanbul untuk mengurus dokumen-dokumen rencana pernikahannya di Turki.

Khashoggi tak kunjung keluar dari gedung konsulat itu dan hilangnya sang jurnalis menjadi skandal internasional.

Meski belum jelas benar apakah Khashoggi benar-benar dibunuh, Pemerintah Turki mengklaim memiliki rekaman audio interogasi hingga pembunuhan Khashoggi di gedung konsulat.

Selain itu, berbagai media Turki juga membeberkan sejumlah dugaan yang dilengkapi foto keterlibatan agen-agen Saudi dalam hilangnya Kashoggi.

Kecurigaan menjurus pada Pangeran MBS karena dalam sejumlah foto yang dipublikasikan media Turki, tujuh dari 15 orang yang disangka membunuh Khashoggi adalah para pengawal Pangeran MBS.

Meski tidak langsung, bukti-bukti ini memunculkan dugaan Pangeran MBS memerintahkan atau setidaknya mengetahui rencana penghilangan Jamal Khashoggi.

Tentu saja Pemerintah Saudi membantah keterlibatannya dalam skandal ini, tetapi agaknya bantahan tersebut sulit diterima dunia internasional.

Tekanan agar Saudi menjelaskan duduk perkara masalah ini terus menguat, apalagi belakangan AS yang awalnya terus mendukung Saudi mulai terlihat mengurangi sokongannya.

Tekanan semakin kuat bagi Pangeran MBS setelah kasus hilangnya Khashoggi berpotensi membatalkan sebuah konferensi investasi internasional di Riyadh yang bakal digelar pada 23-25 Oktober mendatang.

Tanda-tanda batalnya acara itu terlihat setelah para menteri keuangan dan ekonomi tiga negara Eropa dan Amerika Serikat menyatakan batal hadir.

Keputusan sama juga diambil puluhan direktur dan CEO perusahaan ternama di dunia yang awalnya sudah dipastikan hadir dalam konferensi itu.

Jika konferensi ini batal maka akan menjadi tamparan keras terhadap Pangeran MBS dan terutama keinginannya mewujudkan Visi 2030-nya.

Selain itu, jika terbukti mendalangi pembunuhan Khashoggi, citra MBS sebagai sosok reformis dan demokratis akan lenyap tak berbekas.

Kini, Pemerintah Saudi tengah menyiapkan berbagai skenario untuk menyelamatkan muka sang pangeran, termasuk mempersiapkan sosok yang akan dijadikan kambing hitam dalam masalah ini.

Baca juga: Berbeda, Begini Media Saudi Beritakan Hilangnya Jurnalis di Turki

Jika dunia memercayai skenario itu, MBS dan visinya akan selamat. Namun, jika tidak, niat MBS untuk memodernisasi perekonomian negerinya kian jauh panggang dari api.

Semua hanya karena satu orang, Jamal Khashoggi.



[ad_2]
Source link