Sri Mulyani Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen di 2018



[ad_1]

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2018 sebesar 5,17 persen.

Angka itu memang meleset dari target yang ditetapkan pemerintah dalam Asumsi Makroekonomi APBN 2018 sebesar 5,4 persen. Namun, Sri Mulyani menyebut angka itu realistis.

Sebab, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen, tumbuh melambat. Dari segi komponen, pada triwulan ketiga, konsumsi rumah tangga menyumbang 55,26 persen terhadap Produk Domestik Bruto, disusul Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 32,12 persen. Belanja pemerintah menyumbang kontribusi 8,70 persen, ekspor berkonstribusi 22,14 persen terhadap PDB.

Kementerian Keuangan memproyeksikan, pada triwulan keempat, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh 5,16 persen dengan motor penyumbang utamanya masih dari konsumsi yang tumbuh di atas 5 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan tumbuh mendekati 7 persen.

“Jadi sampai akhir tahun pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,17 persen atau dalam rentang 5,15 hingga 5,21, persen” ujar Menteri Sri Mulyani, saat konferensi pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Kamis (16/11/2018).

Sementara, tingkat inflasi diperkirakan berada di bawah asumsi makro dalam APBN 2018 3,5 persen plus minus 1 persen. Inflasi diperkirakan akan berada di level 3,2 persen.

“Inflasi 3,2 persen di bawah angka asumsi sebesar 3,6 persen. Sekarang inflasi 2,2 persen sejak awal tahun,” ujar Menkeu.

Sebagai perbandingan, berikut target asumsi makro dalam APBN 2018 dan realisasinya hingga Oktober 2018:

Pertumbuhan ekonomi diasumsikan tumbuh 5,4 persen, namun pada triwulan III-2018 hanya tumbuh 5,17 persen. Inflasi diperkirakan terjaga pada level 3,5 persen, namun hingga 31 Oktober 3,20 persen.

Tingkat bunga SPN 3 bulan diasumsikan 5,2 persen, tapi pada akhir Oktober sebesar 4,9 persen. Nilai tukar Rupiah terdeviasi cukup jauh dari asumsi makro. Kurs dipatok Rp 13.400 per dolar AS, namun pada Oktober berada di level Rp 14.209 atau terdepresiasi 7,26 persen.

Harga minyak diasumsikan 48 dolar AS per barrel, hingga Oktober harganya merangkak menjadi 69 dolar AS per barrel. Sementara, lifting minyak ditargetkan 800 ribu barrel perhari realisasinya 774 ribu per barrel hingga September 2018. Sementara, untuk lifting gas, asumsi sebesar 1.200 ribu barrel perhari, realisasinya baru 1.134 ribu barrel perhari.



[ad_2]
Source link