Sulitnya Mengejar Target Sejuta Rumah



[ad_1]

Penyediaan perumahan bagi masyarakat merupakan salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 angka backlog (kekurangan pasokan) rumah tercatat 11,4 juta unit.

Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo di Kabupaten Ungaran, Provinsi Jawa Tengah pada 29 April 2015 silam, capaian Program Sejuta Rumah memang belum pernah menyentuh angka pembanguan 1 juta unit rumah. Artinya, semua pihak harus bekerja lebih keras untuk mencapai target sesuai program. Program Sejuta Rumah menjadi program yang penting karena banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum bisa menikmati rumah layak huni. Namun, meski belum menembus 1 juta rumahn pencapaian pembangunan unitnya terus meningkat setiap tahunnya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mencatat hingga akhir Oktober 2018 capaian Program Sejuta Rumah (PSR) telah mencapai angka 884.924 unit. “Tahun 2018 kita upayakan satu juta unit rumah dapat terbangun,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid.

Khalawi menambahkan, penyediaan perumahan bagi masyarakat merupakan salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 angka backlog rumah tercatat sebesar 11,4 juta unit. Meskipun banyak kendala yang dihadapi, terang Khalawi, capaian program ini terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 699.770 unit rumah di tahun 2015, meningkat menjadi 805.169 unit rumah di 2016, dan menjadi 904.758 unit rumah di 2017.

Dengan pencapaian positif itu, menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam pelaksanaan Program Sejuta Rumah untuk rakyat ini. Menurutnya, pencanangan Program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh presiden pada April 2015 silam adalah tonggak sejarah baru dimana pemerintah serius dalam pengurangan backlog (kekurangan pasokan) perumahan di Indonesia.

Angka sejuta rumah juga merupakan angka psikologis agar masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan menjadi sadar bahwa Indonesia dalam keadaan darurat perumahan. Lebih lanjut, pihaknya juga menggandeng berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah, asosiasi pengembang, kalangan perbankan serta masyarakat untuk memperoleh data yang ada. Dalam periode tahun sebelumnya, pelaksanaan Program Sejuta Rumah di lapangan tentunya tidak dapat dilaksanakan oleh satu kementerian saja.

Akan tetapi juga dilaksanakan oleh kementerian lintas sektoral lain, para pengembang perumahan, pengusaha melalui pogram Corporate Social Responsibility (CSR) maupun masyarakat itu sendiri secara swadaya. Selain itu, guna mendorong capaian Program Sejuta Rumah, Kementerian PUPR tetap mengupayakan beberapa inovasi dan terobosan, di antaranya mendorong pemanfaatan tanah Pemerintah/Pemda dan tanah Negara untuk pembangunan perumahan melalui konsep landbanking.

Selain itu, pembangunan perumahan yang menggunakan pendekatan mixed-use dengan pembiayaan investasi melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di sektor perumahan, mengembangkan 10 Kota Baru di Indonesia yaitu Padang, Pontianak, Palembang, Banjarbaru, Tanjung Selor, Manado, Makbadar, Sorong, Jayapura dan yang sedang saat ini dilakukan yaitu di Maja. Kementerian PUPR juga bekerjasama dengan Kementerian BUMN untuk mengembangkan rumah susun berbasis Transit Oriented Development (TOD) seperti yang dilakukan di Tanjung Barat dan Depok.

Selain itu juga mengefektifkan peran Pokja Perumahan dan Kawasan Permukiman di seluruh provinsi, yang terdiri dari unsur masyarakat, perguruan tinggi, dan dunia usaha, yang diharapkan mampu lebih mempercepat penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

Kementerian PUPR juga mendorong Pemda untuk mengimplementasikan PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR dalam memberikan kemudahan perizinan perumahan bagi MBR. “Kami juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan dan Pengendalian Program Satu Juta Rumah sebagai upaya untuk memantau dan mempercepat proses penyediaan rumah bagi MBR,” katanya.

Strategi pemerintah

Sementara, Dadang Rukmana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan KemenPUPR menyebutkan bahwa pencapaian setiap tahunnya terus meningkat. Di 2015, pencapaian sebanyak 699.770 unit. Di 2016 meningkat menjadi 805.169 unit dan di 2017 menjadi 904.758 unit. “Pencapaian per 24 september 2018 sebanyak 736.187 unit. Kami optimistis target satu juta unit akan tercapai tahun ini,” kata Dadang.

Untuk menyukseskan Program Sejuta Rumah, imbuhnya, Pemerintah memiliki tiga strategi. Pertama, pembangunan fisik perumahan oleh Pemerintah dan Pemda serta kementerian terkait (sebanyak 20 persen dari target satu juta unit). Kedua, pembangunan perumahan oleh pengembang dengan subsidi seperti KPR FLPP (kredit pemilikan rumah – fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan), SSB (subsidi delisih bunga), BUM (bantuan uang muka), Tapera (tabungan perumahan rakyat), dan lain-lain (30 persen).

Dan ketiga, pembangunan perumahan oleh pengembang tanpa subsidi dan pembangunan rumah secara swadaya (50 persen). Sementara soal harga, pemerintah pernah mengaji untuk merevisi batasan harga rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Perubahan harga rumah akan disesuaikan dengan tingkat inflasi dan kemampuan masyarakat.

Penyesuaian batasan harga merujuk kepada kemampuan masyarakat dan inflasi sedang berlangsung. Hal tersebut agar masyarakat tetap bisa memiliki hunian dengan harga murah namun tetap layak Di dalam sistem baru ini penentuan harga jual menyesuaikan dengan tipe rumah dengan tingkat harga masing-masing.

Pembagiannya adalah rumah inti, rumah tumbuh, rumah sederhana sehat hingga rumah sejahtera. Artinya, nantinya ada tingkatan. Kalau nanti ada masyarakat yang belum mampu, mereka bisa membeli rumah inti dulu, terus setelah satu atau dua tahun baru punya rumah naik lagi.

Karena MBR kan tidak stagnan terus penghasilannya, pasti akan meningkat. Sebagai catatan, berdasarkan data Kementerian PUPR, batas atas harga rumah KPR FLPP untuk Jawa (tak termasuk Jabodetabek) di 2018 130 juta rupiah dari sebelumnya 123 juta rupiah dan Jabodetabek 148,5 juta rupiah dari sebelumnya 141 juta rupiah. Sementara Sumatera (kecuali Kep Riau dan Bangka Belitung) saat ini 130 juta rupiah dari sebelumnya 123 juta rupiah, Kep Riau dan Bangka Belitung 136 juta rupiah dari sebelumnya 129 juta rupiah, dan Kalimantan 142 juta rupiah dari sebelumnya 135 juta rupiah.

Sedangkan di Sulawesi 136 juta rupiah dari sebelumnya 129 juta rupiah. Maluku dan Maluku Utara 148,5 juta rupiah dari sebelumnya 141 juta rupiah. Bali dan Nusa Tenggara 148,5 juta rupiah dari sebelumnya 141 juta rupiah. Papua dan Papua Barat 205 juta rupiah dari sebelumnya 193,5 juta rupiah. yun/E-6

[ad_2]
Source link