[ad_1]
VIVA – Selama ini, osteoporosis seringkali dianggap hanya menyerang orang lanjut usia atau lansia. Padahal menurut hasil badisis data risiko osteoporosis yang dilakukan di 16 wilayah di Indonesia oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi Departemen Kesehatan RI pada 2005, menemukan bahwa osteoporosis kini juga dialami mereka yang usianya lebih muda.
Analisis tersebut menunjukkan prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) mencapai 41,7 persen dan prevalensi osteoporosis mencapai 10,3 persen. Hal ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko terkena osteoporosis, yang 41,2 persen dari keseluruhan sampel berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Tapi bagaimana dengan osteoporosis pada anak?
“Kalau anak yang saya temukan memang belum ada, yang ada itu remaja usia 18 tahun dan 21 tahun, sifatnya karena dia mau menguruskan berat badan jadi mau mengecilkan tubuh,” ungkap dr. Ade Tobing, SpKO, pengurus Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), saat peringatan Hari Osteoporosis, di Ruang Terpadu Ramah Anak Borobudur, Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018.
Dalam kasus itu, Ade menjelaskan bahwa diet yang dijalani berpengaruh pada perubahan drastis kondisi tubuh, hingga penurunan hormon estrogen. Setelah cepat ditangani, keduanya mampu mengembalikan hormon estrogennya, dan memperbaiki osteoporosis yang dialami.
Sementara itu, drg. Kartini Rustandi, M.Kes, direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Ini merupakan penguatan upaya promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, kematian maupun kecacatan; menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk.
”Osteoporosis sangat berbahaya dan tidak bisa disembuhkan, oleh karena itu sangat penting untuk mencegah osteoporosis sejak dini,” kata Kartini.
Source link