Hati-hati, Makan Daging Anjing Berpotensi Sebarkan Rabies



[ad_1]

JawaPos.com – Penyebaran rabies di Indonesia dianggap masih mengkhawatirkan. Terlebih masih banyaknya perdagangan anjing untuk memenuhi kebutuhan akan daging hewan yang sering dijadikan sahabat manusia tersebut.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa Indonesia masih belum bebas dari rabies. Pada 2017 sudah ada 90 orang yang dinyatakan meninggal akibat rabies. Sebanyak 22 orang dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat. Sedangkan sisanya tersebar di 15 Provinsi selain Bangka Belitung, Kepulauan Riau, NTB, Papua Barat, Papua, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.

“Saat ini yang masih terbebas dari penyakit rabies ada di 9 Provinsi, sehingga masih ada 25 Provinsi yang belum eliminasi Rabies,” ungkap Dr. Sugiarto, MSi selaku Fungsional Umum Entomolog Kesehatan, Direktorat Pencegahan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, ketika ditemui di acara ‘Satu Juta Petisi Dog Meat Free Indonesia’, Menteng Jakarta, Senin (5/11).

Sehingga dibutuhkan komitmen dari dari seluruh masyarakat  di Indonesia untuk mendukung pemerintah dan memastikan bahwa Indonesia memenuhi janjinya untuk menghapus rabies di 2020. Salah satunya dengan menghentikan konsumsi daging anjing.

Perlu diketahui, sebanyak 7 persen masyarakat masih mengonsumsi daging anjing. Padahal, konsumsi daging anjing bisa menjadi penyebab adanya ancaman rabies kepada 93 persen masyarakat yang tidak mengonsumsinya.

Lalu, bagaimana hubungannya daging anjing dengan penyebaran rabies?

Penularan rabies terhadap manusia bukan karena melalui daging yang masuk pada tubuh. Tetapi adanya transportasi mbadal yang belum diregulasi atas supply anjing hidup dalam memenuhi permintaan daging untuk konsumsi.

“Masalah ini merupakan masalah nasional termasuk Jakarta yang bisa kehilangan status bebas dari rabies, sesuai dengan investigasi bahwa ada beberapa supplier yang dalam seminggu bolak balik Jakarta Sukabumi untuk ambil anjing,” tutur Karin Franken, Pegiat ‘Dog Meat Free Indonesia’ ketika ditemui di acara yang sama.

Ia juga menambahkan bahwa banyak kasus pencurian anjing yang diambil dari perkebunan atau halaman orang. Padahal status rabies anjing di Sukabumi terbilang sangat tinggi.

Selain itu, menurutnya cara memperlakukan hewan ini pun sangat tidak layak yaitu penjagalan, cara pengikatan, pembantaian, dan penyembelihan anjing yang tidak higienis.

Menurut Galopong Sianturi, Kasubdit Peningkatan Mutu dan Kecukupan Gizi Kementerian Kesehatan, daging anjing juga merupakan media pembawa cacing pita dan berpotensi menyebabkan hipertensi karena kadar natriumnya yang tinggi.

“Sampai saat ini masih ada sugesti dari masyarakat, jika mengalami penyakit Demam Berdarah justru malah menganjurkan minum sop daging anjing, padahal belum dibuktikan secara laboratoris,” tambah Galopong Sianturi, Senin (5/11).

Untuk menghapus status rabies memang perlu adanya regulasi dan aturan hukum dari berbagai aspek. Seperti aturan hukum harus lengkap yang mengatur mengenai daging anjing itu layak atau tidak layak sebagai bahan pangan.

Kemudian dr. Wiwiek Bagja sebagai perwakilan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia juga menyatakan bahwa tindakan-tindakan terhadap hewan yang dikategorikan kejam sama halnya dengan melakukan kriminalitas.

“Perjuangan belum selesai jika aturan-aturan hukum belum lengkap, lalu aturan hukum harus bisa memuat posisi yang diperlakukan terhadap hewan, apapun yang kejam adalah pidana,” ucap dr. Wiwiek Bagja.

Terakhir, Sophia Latjuba juga turut hadir di acara ‘Satu Juta Petisi Dog Meat Free Indonesia’, sekaligus menjadi pendukung dalam petisi ini, ia berharap tujuan mencapai Indonesia bebas rabies tercapai dimana semua tidak ada lagi yang menyediakan daging anjing, serta harus terus dipantau oleh orang yang berkewajiban, dan edukasi terhadap masyarakat juga harus berjalan.

(Inr/JPC)



[ad_2]
Source link